Explore Ranah Minang

Awal bulan april 2017, saya  berkesempatan untuk liburan di Ranah Minang. Selama masa liburan disana, saya dan ibu saya hanya bersumber dari internet dan rekomendasi teman. Mulai dari destinasi wisata yang biasa dikunjungi, sampai harga angkutan umum pun cari-cari di internet. Berdasar pada rasa terimakasih pada blogger-blogger yang telah menyebarkan informasi, jadilah saya menulis perjalanan #exploreRanahMinang ini. Karena kata ibu saya: "kita kan udah banyak terbantu dari internet, siapa tau tulisan kamu nanti bisa ngebantu orang juga". Jadi, ayo kita mulai!

Perjalanan ini saya hanya berdua dengan ibu saya. Kami berdua naik kendaraan umum kemana-mana.

DAY 1 (9 April 2017)
Naik pesawat Jakarta-Padang yang jam 05:50 pagi. Rela-relain bangun pagi biar sampai di Padangnya juga masih pagi, jadi masih bisa mengunjungi banyak tempat. Begitu turun dari pesawat, langsung disambut oleh bangunan bandara yang minang banget dan ada tulisan Minangkabau International Airport yang cocok dijadiin latar foto. Masuk ke dalam terminal, ada beberapa banner yang juga cocok buat foto sebagai bukti udah sampai di ranah Minang.

Selamat datang!

Kami beneran ibu-anak kok. Cuma warna kulitnya aja yang beda (banget) :(
Bagi yang mau naik Damri, keluar dari pintu kedatangan nanti di sebelah kiri ada parkiran taksi dan Damri. Harga tiketnya Rp 23.500,- per orang. Saya kurang tau waktu itu lagi beruntung atau gimana, tapi gak terlalu lama nunggu, bis Damri nya langsung berangkat. Untuk yang mau ke Bukittinggi atau Padang Pariaman, bisa naik bis Damri ini juga. Nanti turun di perempatan setelah pos keluar bandara atau minta turun di Mall Basko lalu kemudian naik elf atau travel yang menuju ke Bukittinggi / Padang Pariaman.
Terminal akhir bis Damri adalah Pasar Raya, dimana Pasar Raya adalah pusat kotanya Padang. Angkot semua jurusan pasti ngelewatin Pasar Raya ini. Di sekitar situ juga banyak warung makan (walaupun kalo pagi belum banyak yang buka). Kami akhirnya sarapan di salah satu warung Padang. Menu makanannya nasi dan telur dadar. Dengan menu seperti itu, harganya sempet bikin kaget, Rp 17.000,- per porsinya. Ohiya, di daerah sini, kalo minumnya cuma air putih itu gratis lho, mau berapa gelas juga gratis.
Setelah sarapan, kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Air Manis, yang disana ada katanya batu Malin Kundang. Dari Pasar Raya, Pantai Air Manis bisa dituju dengan angkot nomor 433 warnanya biru, trus nanti bilang mau turun di SMA 6. Ongkosnya kurang lebih Rp 5.000,- per orang. Nanti bakal diturunin di persimpangan, dan di seberang jalan ada pangkalan ojek buat ke Pantai Air Manis. Dari jalan besar menuju ke Pantai Air Manis emang gak ada angkutan umum lagi selain ojek itu. Naik ojek dari persimpangan sampe ke Pantai Air Manis ongkosnya Rp 20.000,- per motor. Perjalanannya itu sekitar 10-15 menit, dengan medan yang naik turun. Tapi tenang, jalanannya mulus alus. Sampai di gerbang masuk, akan ada biaya retribusi sebesar Rp 5.000,- per orang (dewasa), bila membawa kendaraan akan ada biaya tambahan (Rp 10.000 per mobil). Wisata pantai Air Manis ini ada tiket resminya, bisa minta ke abang yang minta uangnya. Di pantai ini, pasirnya bukan pasir putih, melainkan berwarna cokelat. Ombaknya juga gak terlalu besar, ada beberapa orang yang surfing disini. Dari sini juga bisa terlihat ada 2 pulau kecil yang cukup dekat. "Batu Malin Kundang" ada di kiri pintu masuk, ngelewatin jembatan dan toko-toko terlebih dulu. Nanti ada batu-batu berserakan gitu, dan di salah satunya ada batu yang bentuknya lagi sujud membelakangi pantai yang memungkinkan kita bisa foto bareng batu itu dengan latar pantai. Di pinggiran pantai Air Manis ini ada banyak warung-warung, tapi kalo soal harga, saya gak tau karena gak jajan disitu hehe. Untuk balik lagi ke persimpangan SMA 6 tadi, ada pangkalan ojek di deket gerbang masuk. Harga masih sama kayak berangkat.
Di depan kami berdua, itu yang disebut-sebut Batu Malin Kundang.

Pasir cokelat di Pantai Air Manis beserta 2 pulau kecil sebagai latar.

Kalo naik angkot 433 tadi gak turun di persimpangan SMA 6, ujungnya itu di daerah Teluk Bayur. Teluk Bayur ini dulunya adalah pelabuhan umum. Tapi sekarang sudah ditutup dan hanya untuk kepentingan pabrik pabrik aja. Di kawasan Teluk Bayur ini, ada beberapa pabrik, yang saya lihat ada Semen Padang, dan IPC.
Destinasi kami selanjutnya yaitu Masjid Raya Sumatera Barat. Dari Pantai Air Manis, balik lagi ke arah Pasar Raya masih menggunakan angkot 433 tapi nanti minta turun di masjid Nurul Iman. Di depan masjid Nurul Iman ada halte Trans Padang, dan Trans Padang nya nanti ngelewatin Masjid Raya Sum-Bar itu. Harga tiket Trans Padang untuk sekali jalan itu Rp 3.500,- per orang. Mungkin karena masjidnya masih tergolong baru, jadi di sekitaran masjidnya masih gersang banget, Udah ada pohon-pohon yang ditanam, tapi belum tumbuh jadi rindang.


Sangat disayangkan, dibawah tempat saya duduk ini, banyak banget sampah bertebaran :(
Setelah sholat dzuhur-ashar di Masjid Raya Sum-Bar, kami melanjutkan perjalanan ke Museum Adhityawarman yang terletak di dalam Taman Melati. Dari depan masjid, balik lagi ke Masjid Nurul Iman, masih naik Trans Padang. Setelah turun di halte, perjalanan ke Taman Melati bisa ditempuh dengan angkot. Saya lupa warna angkotnya apa, bisa ditanya ke orang-orang di sekitar Masjid Nurul Iman.
Biaya retribusi di Taman Melati Rp 3.000,- per orang. Di Taman Melati ini selain ada taman, seperti yang udah ditulis sebelumnya ada Museum Adhityawarman juga di dalamnya. Museum Adhityawarman terdiri dari 2 lantai, isinya tentang kebudayaan Minang. Mulai dari adat istiadat, pakaian, rumah gadang, sampai peristiwa gempa di Padang.

Bangunan museum Adhityawarman sebagai latar foto kami.

Salah dua jendela di Museum Adhityawarman
Setelah dari Taman Melati, kami menuju ke Pantai Padang, tepatnya ke Monumen Merpati. Monumen Merpati ini lebih tepatnya ada di Muara Laksa. Atau sering disebut juga TapLau (Tepi Laut). Dan, hal yang menurut saya sangat disayangkan adalah, sepanjang Pantai Padang/Muara Laksa ini tidak ada kendaraan umum. Jadinya dari Taman Melati ke Pantai Padang kami menggunakan taksi. Selain monumen merpati, ada juga plang tulisan Muara Laksa. Dan kalau jalan menyusuri pantai, ada juga plang tulisan padang yang latar belakangnya pantai. Di sepanjang pantai ini banyak orang jualan. Dan selain tidak adanya kendaraan umum, di sekitar Pantai Padang ini juga tidak ada penginapan. Seperti tadi sudah ditulis, di kawasan Pantai Padang ini tidak ada kendaraan umum (bahkan taksi juga jarang lewat), kita perlu jalan ke arah timur, untuk sampai ke jalan besar yang ada angkotnya.


Dikarenakan badan yang mulai lelah, akhirnya kami menggunakan taksi untuk menuju ke tempat penginapan. Kami berencana menginap di homestay. Bersumber dari internet, ibu saya memiliki 2 pilihan homestay, Brigitte's House dan Yani Homestay yang dua-duanya berada di dekat Jembatan Siti Nurbaya. Kami sengaja memilih yang dekat Jembatan Siti Nurbaya, karena katanya di jembatan ini kalau malam banyak orang berjualan dihiasi dengan kelap-kelip lampu di pinggir jembatan. Brigitte's House letaknya lebih dekat dengan Jembatan Siti Nurbaya, tetapi karena yang tersisa hanya sharing room (Price: Rp 95.000,- per bed) akhirnya kami memutuskan untuk ke Yani Homestay terlebih dahulu, Dan di Yani Homestay, dengan harga Rp 200.000,- kami sudah mendapatkan 1 kamar dengan 2 bed fasilitas AC, TV dan kamar mandi dalam, wifi, no breakfast. Untuk yang sharing room harganya Rp 80.000,- per bed. Yani Homestay ini, yang punya (atau yang jaga) itu orang Surabaya. Sedikit informasi yang siapa tau bisa bikin lebih dekat dengan pemilik homestay ini :).
Seperti itu hari pertama kami berakhir.

DAY 2 (10 April 2017)
Kami memulai perjalanan jam 9 pagi. Yap kesiangan. Dari depan Yani Homestay, nanti akan ada angkot warna putih yang mengarah ke Pasar Raya. Kami singgah di Pasar Raya untuk sekedar sarapan Lontong Gulai. Destinasi pertama kami hari ini adalah Universitas Andalas, universitas tertua di Sumatera Barat. Dari Pasar Raya, bisa naik angkot warna hijau ke Universitas Andalas. Dengan tarif kurang lebih Rp 5.000,- per orang, sudah bisa sampai di Universitas Andalas. Bahkan, angkot hijau ini rutenya mengelilingi fakultas-fakultas di Universitas Andalas ini. Kami sempatkan untuk foto-foto disini, walaupun hujan deras (dan jadinya gak keliatan apa-apa yang universitas Andalas banget -_-).
Dari universitas Andalas, kami kembali ke Pasar Raya (juga menggunakan angkot hijau). Tujuan kami setelah ini adalah ke Bukittinggi. Untuk menuju ke Bukittinggi dari Padang menggunakan angkutan umum, salah satunya bisa dengan naik travel yang ada di depan Mall Basko. Travel disini bukan kayak di Jawa, tapi lebih yang mobil biasa disewain untuk orang-orang yang mau ke Bukittinggi, gitu. Jatohnya kayak grab/uber versi offline. Kalo yang travel mobil pribadi kayak gitu, harganya sekitar Rp 35.000,- per orang. Ada yang lebih murah, yaitu naik mobil elf, harganya Rp 20.000,- per orang, tapi perjalanannya sangat menghabiskan waktu. Padang-Bukittinggi yang bisa ditempuh dalam waktu 2 jam menjadi 4 jam. Beberapa saat setelah berangkat dari Padang, di kiri jalan akan terlihat Lembah Anai. Yaitu air terjun yang letaknya benar-benar di pinggir jalan. Tapi karena menggunakan angkutan umum, jadinya tidak bisa berhenti dan foto-foto.
Sekitar jam 2 siang kami sampai di Bukittinggi, elf nya tidak sampai masuk ke kota. Minta turun di Simpang Jambu Air, dan dilanjutkan dengan naik angkot ke arah kota (Jam Gadang). Tarif angkotnya sekitar Rp 3.000,- per orang, nanti akan diturunkan di depan Taman Bung Hatta, yang ada patung Bung Hattanya. Dari taman Bung Hatta ke Jam Gadang sangat dekat dan sangat bisa ditempuh dengan jalan kaki. Kami habiskan sore itu di Jam Gadang dan mencari hotel. Hotel yang kami datangi ada 2, hotel Jogja yang letaknya agak dibawah dan membelakangi kawasan Jam Gadang dan Pasar Atas. Akhirnya kami ke hotel kedua, yaitu Ambunsuri Hotel. Dengan harga Rp 230.000,- (di brosurnya Rp 400.000,- tetapi ada potongan jadi Rp 230.000,-) sudah mendapatkan 2 single bed, kamar mandi dalam dengan air panas, wifi, kipas angin dan breakfast. Kebanyakan hotel di Bukittinggi ini tidak ada AC karena kota Bukittinggi nya sendiri sudah dingin. Malam kami habiskan di kawasan Jam Gadang/Pasar Atas, Jam Gadang di malam hari disinari lampu warna-warni. Mungkin karena di lokasi wisata, jadi harga-harga makanannya jadi relatif mahal.
Mencoba nge dab bersama ibu dengan latar Jam Gadang.

Jam Gadang di malam hari.

DAY 3 (11 April 2017)
Destinasi kami hari ini: Istana Baso Pagaruyung, Danau Singkarak, Taman Lembah Jam 7 setelah breakfast di hotel kami langsung berangkat ke terminal Bukittinggi. Dari hotel Ambunsuri harus turun ke jalan di depan Hotel Jogja / BNI untuk mendapatkan angkot. Naik angkot nomor 19, menuju ke terminal. Di terminal, kami kembali bertanya kepada warga sekitar cara menuju Istana Pagaruyung. Yaitu naik elf yang tujuannya Batu Sangkar. Nanti minta turun di Simpang Asrama. Ongkos elfnya 15-20 ribu rupiah per orang. Dari Simpang Asrama, dilanjut dengan menggunakan ojek.1 motornya Rp 20.000,- dan langsung turun di gerbang masuk Istana Baso Pagaruyung. Biaya retribusi Istana Baso Pagaruyung adalah Rp 7.000,- per orangnya. Di lantai dasar istana ini, ada penyewaan baju adat Minang, Rp 35.000,- per 1 set baju. Lumayan buat foto-foto :)). Istana Baso Pagaruyung ini sendiri terdiri dari 4 3 lantai (tidak termasuk lantai dasar). Dan luasnya lebih dari 10 hektar. Tenang, kalo gak kuat jalan berkeliling, ada semacam mobil odong-odong yang dengan Rp 5.000,- per penumpang akan berkeliling kawasan istana.
Menggunakan baju sewaan dengan latar Istana Baso Pagaruyung.
Selesai dari Istana Baso Pagaruyung, kami lanjut ke Danau Singkarak. Dari Istana Baso Pagaruyung naik ojek lagi ke Simpang Asrama, tetapi, di depan gerbang istana, tidak ada pangkalan ojek. Hanya bisa memanggil ojek bila kebetulan ada ojek yang lewat.
Dari Simpang Asrama ke Danau Singkarak, kami menggunakan ojek dengan ongkos Rp 30.000,-. Perjalanannya relatif jauh sekitar 45 menit menggunakan motor. Di danau Singkarak sendiri, sepenglihatan saya tidak ada plang tulisan yang menunjukkan danau Singkarak. Akhirnya kami mampir ke taman di belakang sebuah restoran yang menghadap langsung ke Danau Singkarak.
Setelah beristirahat dan foto-foto, kami kembali ke Bukittinggi menggunakan elf jurusan Solok-Bukittinggi. Ongkosnya Rp 20.000,- dan kembali turun di Simpang Jambu Air.

Danau di belakang adalah Danau Singkarak.
Destinasi selanjutnya adalah Taman Panorama & Lobang Jepang. Dari Simpang Jambu Air menggunakan angkot oranye (Rp 5.000,-), dan nanti langsung turun di gerbang masuk Taman Panorama. Biaya retribusi Taman Panorama & Lobang Jepang seharga Rp 15.000,- per orang dewasa. Di dalamnya ada Lobang (Goa) peninggalan Jepang. Setelah gerbang masuk, akan ada beberapa orang yang menawarkan diri sebagai guide di goa Jepang. Tetapi untuk harga, saya tidak tahu karena kami berdua tidak masuk ke goa Jepangnya.Berdasarkan internet, katanya di Taman Panorama ini juga ada "Tembok Cina" versi kecilnya. Tetapi setelah bertanya pada petugas, untuk ke tembok cina, harus memasuki goa Jepang terlebih dahulu. Di Taman Panorama ini, ada menara pandangnya, dan dari menara pandang itu kita bisa melihat Ngarai Sianok dari ketinggian.



Cukup foto di pintu masuknya aja, he he he



Pemandangan dari menara pandang di Taman Panorama.
Setelah dari Taman Panorama, kami menuju ke Benteng Fort de Kock. Yang terhubung dengan Kebun Binatang Kinantan melalui jembatan Limpapeh. Biaya retribusi Benteng Fort de Kock / Kebun Binatang adalah Rp 15.000,-. Hm, kalau ditanya benteng Fort de Kock nya yang mana, mungkin tidak sesuai ekspektasi karena bentengnya bukan kayak benteng karena sudah mengalami renovasi. Bila masuk dari gerbang Benteng Fort de Kock, di kanan setelah pintu masuk akan ada plang BENTENG FORT DE KOCK yang bisa dijadikan latar foto. Setelah itu kami ke Jembatan Limpapeh, dimana jembatan ini bawahnya bukan aliran sungai, melainkan rumah-rumah warga dan jalan raya. Di ujung jembatan, sampailah di kebun binatang Kinantan. Di dalamnya ada bermacam-macam satwa, antara lain gajah, harimau, zebra, beruang madu, dan masih banyak lagi. Bila keluar dari gerbang kebun binatang, akan bertemu dengan kantung parkir kendaraan kawasan Jam Gadang. Jadi ternyata, Jam Gadang-Kebun Binatang ini masih dalam satu kawasan yang sama dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Jembatan Limpapeh dari kejauhan
Di atas jembatan Limpapeh.
Malam kami habiskan dengan berbelanja oleh-oleh sekadarnya. Sedikit informasi mengenai harga barang-barang di pasar sekitar Jam Gadang:

  • Baju kaos / T-Shirt : Lengan pendek 25 - 35 ribu || Lengan panjang : 35 - 45 ribu.
  • Sandal dengan motif kain songket : Selop : 20 ribu || Sandal hotel : 15 ribu
  • Piring stainless steel : Rp 75 ribu
  • Gantungan kunci model kepala pakaian Minang (tungkuluk) : Rp 50 ribu 1 set (10 buah)
  • Gantungan kunci bentuk Jam Gadang : Rp 25 - 30 ribu (kayu, isinya 10)
  • Magnet (Tempelan kulkas) : Rp 10 ribu per buah
  • Tas kain jinjing : Rp 25 ribu
Sedikit tips ketika belanja oleh-oleh, menawarnya harus kejam. Karena dari awal harga yang dipasang sudah tinggi, palagi bila logatnya sudah bukan logat minang.

DAY 4 (12 April 2017)
Pagi hari setelah sarapan kami langsung berangkat ke Simpang Jambu Air. Destinasi kami hari ini adalah Danau Maninjau. Begitu turun dari angkot di simpang Jambu Air, akan ada elf-elf yang nge tem di pinggir jalan. Bermacam-macam tujuannya. Ketika kami sedang mencari elf yang menuju ke Maninjau, kami ditawari untuk naik travel  yang tujuannya Maninjau pula. Seperti yang sudah ditulis sebelumnya, di sekitar sini, banyak mobil-mobil biasa yang digunakan sebagai travel untuk transportasi antar kota/kabupaten. Naiklah kami travel itu, ongkos untuk sampai ke Maninjau seharga Rp 25.000,-. Perjalanan Bukittinggi-Maninjau sekitar 1 -1,5 jam dan akan melewati Kelok 44. Yang unik dari Kelok 44 adalah semua belokan tajam ada hitungannya. Nomor 1 dimulai dari arah Danau, naik sampai 44 di atas. Kami turun di Taman Muko-muko. Sepertinya kalo liburan taman ini ramai. Dari taman ini, bisa terlihat Danau Maninjau sebagai latar dan ada tulisan PLTA Maninjau di belakangnya. Kembali lagi ke Bukittinggi menggunakan travel dengan harga Rp 25.000,-.

Menyempatkan diri untuk berfoto di pagi terakhir di Bukittinggi.

Pemandangan Danau Maninjau

Kelok 44
Taman Muko-muko : Salah satu tempat untuk menikmati Danau Maninjau.

Selesai sudah kami di Bukittinggi, destinasi selanjutnya adalah Lembah Harao. Yang terletak di Payakumbuh. Untuk harga kendaraan umum saya kurang tau, karena dari Bukittinggi kami menyewa mobil beserta supirnya ke Lembah Harao dengan harga Rp 250.000,- (tidak termasuk bensin dan tip supir). Lembah Harao ini sendiri sebenernya "cuma" tempat wisata dengan pemandangan tebing tebing hijau. Ada spot foto dengan plang Harao Valley yang latarnya emang bagus banget.  Ada juga air terjun yang gak terlalu deras di pinggir jalan, disertai dengan kolam untuk berenang (atau berendam?) di bawah air terjun itu.


Tulisan PAYAKUMBUH yang ada di dekat perbatasan kota.

Air terjun di kawasan wisata Lembah Harao.

Plang Harao Valley dengan pemandangan indah sebagai latarnya.


Kami menghabiskan malam di Payakumbuh dengan menginap di Wisma Flamboyant yang terletak di Jalan Ade Irma Suryani. Berada satu jalan dengan RSUD, dan cukup dekat dengan pusat kota. Dengan harga 1 kamar Rp 250.000,- fasilitasnya AC, TV, kamar mandi dalam, wifi, dan sarapan.

DAY 5 (13 April 2017)
Kami rela naik pesawat dari Pekanbaru, demi bisa melihat Kelok 9 yang terdapat di perjalanan Sumatera Barat - Riau. Dengan menggunakan travel (masih travel dengan mobil pribadi), kami pergi ke Pekanbaru dengan ongkos sebesar Rp 110.000,- Lama waktu perjalanan Payakumbuh - Pekanbaru sekitar 4-5 jam, tergantung kecepatan mobilnya. Jam 14:30 kami sampai di Bandara Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru. Beruntunglah kami karena tiket pesawatnya jam 16:30 WIB. Sudah sampai di bandara. Sudah check in. Eh ternyata delay. Dan baru sampai di Bandara Soekarno-Hatta jam setengah 9 malam. Ditambah lagi dengan jalanan yang padat merayap dikarenakan long weekend.

Kelok 9 baru saja kami lewati!


Saking panjangnya tulisan airportnya sampai-sampai pake tongsis aja gak cukup :(

Seperti itulah ending dari perjalanan saya dan ibu saya di ranah Sumatera. Rasanya gak akan cukup kalo cuma seminggu :(

Kalo saya boleh memberikan tips, bagi anda yang mungkin sering foto dengan gaya aneh-aneh dan malu bila minta tolong difotoin orang lain, mungkin anda bisa membawa tripod mini. Dan janganlah malu untuk bertanya kepada warga sekitar.

*informasi tambahan: Di provinsi Sumatera Barat, tidak diperbolehkan adanya minimarket/supermarket bermerek. Jadi jangan kaget bila merasa kehilangan Alfamart, Indomart dan supermarket lainnya.

BIAYA (per orang) :

  • Bis Damri Bandara Minangkabau : Rp 23.500,-
  • Angkot Pasar Raya - SMA 6 (Pantai Air Manis) : Rp 5.000,-
  • Ojek SMA 6 - Pantai Air Manis : Rp 20.000,- (sekali jalan)
  • Trans Padang : Rp 3.500,- (sekali jalan)
  • Taman Melati / Museum Adhityawarman : Rp 3.000,-
  • Brigitte's House : Sharing room = Rp 95.000,- per bed
  • Yani Homestay : Rp 200.000,- per kamar
  • Angkot Yani Homestay - Pasar Raya : Rp 3.000,-
  • Angkot Pasar Raya - Universitas Andalas : Rp 5.000,-
  • Angkot Pasar Raya - Mall Basko : Rp 5.000,-
  • Elf Padang - Bukittinggi : Rp 20.000 (sekali jalan, waktu tempuh +/- 4 jam)
  • Travel Padang - Bukittinggi : Rp 35.000 (sekali jalan, waktu tempuh < 4 jam)
  • Angkot Simpang Jambu Air - Jam Gadang : Rp 3.000,-
  • Ambunsuri Hotel : Rp 230.000,- per kamar
  • Angkot Jogja Hotel - Terminal : Rp 5.000,-
  • Elf Bukittinggi - Batu Sangkar (turun di Simpang Asrama) : Rp 20.000,-
  • Ojek Simpang Asrama - Istana Baso Pagaruyung : Rp 20.000,- (sekali jalan)
  • Istana Baso Pagaruyung : Rp 7.000,-
  • Sewa baju di Istana Baso Pagaruyung : Rp 35.000,- per set
  • Odong-odong keliling istana : Rp 5.000,-
  • Ojek Simpang Asrama - Danau Singkarak : Rp 35.000,- (sekali jalan)
  • Elf Solok - Bukittinggi (naik dari Danau Singkarak) : Rp 20.000,-
  • Angkot Simpang Jambu Air - Taman Panorama : Rp 5.000,-
  • Taman Panorama : Rp 15.000,-
  • Benteng Fort de Kock/Jembatan Limpapeh/Kebun Binatang Kinantan : Rp 15.000,-
  • Angkot Jogja Hotel - Simpang Jambu Air : Rp 3.000,-
  • Travel Bukittinggi - Maninjau : Rp 25.000,-
  • Sewa mobil Bukittinggi - Lembah Harao : Rp 250.000,- (tanpa bensin dan makan / tip supir)
  • Wisma Flamboyant (Payakumbuh) : Rp 250.000,- per kamar
  • Travel Payakumbuh - Pekanbaru : Rp 110.000,-

Comments